Biarakan aku menusukmu dengan belati hadiah ayah-ibu
Biarkan kau membiru, menyapa maut yang selalu terburu-buru
Dalam lipatan wajah ramahmu, kau selipkan berjuta senyawa benci
Terakhir kau menyingkapku, dalam telanjang memilukan
Saat itu, tak kuduga mentari menjadi terang
Hingga aku melihatmu dalam tatapan berang
Sewajarnya kau bilang, “ sudah saatnya untuk membalas”.
Terakhir kau menyingkapku, dalam telanjang memilukan
Saat itu, tak kuduga mentari menjadi terang
Hingga aku melihatmu dalam tatapan berang
Sewajarnya kau bilang, “ sudah saatnya untuk membalas”.
Kau tertawa, aku pucat
Puas, kau menatap penuh tanya
baru tahu, sorot kebencian
pada terang, pada malam penuh bintang
Puas, kau menatap penuh tanya
baru tahu, sorot kebencian
pada terang, pada malam penuh bintang
Sebelum semua usai, aku nyata sadar
hidup sebatas tawa dan dendam
hidup sebatas tawa dan dendam
No comments:
Post a Comment