Wednesday, December 12, 2007

Hujan berKuasa

Kini aku harus menyebut rasa ini apa? Saat semua terus mengiang tanpa tahu cara menuntaskannya.

Kita pernah menggelar tikar di bawah langit, dan berikrar bahwa kita adalah berkah bintang Kejora. Memaknai semua sebagai restu leluhur dan Yang kuasa. Gunung pun kita daki. Menaklukkan malam dan pagi hanya untuk menegaskan bahwa kita bisa bersama selama sisa masa. Kita menetaskan keringat bersama agar kita yakin bahwa matahari juga telah memberi restunya.


Bukankah kita memulai baiat ditengah jembatan dibawah kubah rumah Tuhan yang utama. Saat senja Monas yang begitu anggun dengan cahaya buatan menggiring kita berlari sambil bergandeng tangan. Kita pun naik kereta. Itu pengalaman pertamamu meluncur diatas rel meski tempatmu tinggal hanya sedempal dari stasiun berada sejak puluhan waktu silam. Kau terharu, aku bahagia. Kau merayu, aku hanya bisa bilang iya.


Sepeti orang habis melahirkan, pipimu merona merah. Kecapaian tetapi sangat bahagia. Meski seperti kehabisan tenaga, kau terus mengumbar senyum seolah tak bisa menyembunyikan bahagia. Sepanjang Jakarta-Bandung kau tak kuasa, menyandarkan kepala dibahuku. aku tahu pasti, kau bahagia.


Jalan tak selalu lurus, lika-liku adalah miliknya. Pernah kita coba untuk saling murka, tetapi kita tak pernah membara, menghangus yang telah ada. Tak sulit untuk tahu bahwa kita sejiwa.


Musim berganti, hujan datang tanpa diundang.......


Aku bisa bilang apa bila hujan turun deras tanpa tahu mengapa. Kau menyebut ”kuasa Tuhan adalah jalannya”. Kau pun tidak dapat mengerti apalagi bertahan. Kau linglung, ”Tidak perlu penjelasan bila kini air yang menggenang telah menyapu yang ada. Tak tersisa. Tidak pernah dipaksa ini alamiah, semua hilang, hanya debu akan kembali ada saat mentari tiba. Akan sejuk kembali saat hujan lain datang dan pergi sesuka hatinya”. Datar kau berkata, sambil menyimpul senyum dan air mata. Entah perasaan apa.


Aku tak bisa bertanya bahkan menatapmu tepat saat semuanya menjadi berbeda. Kau bilang ”kau membuatku tak nyaman”. Lanjutmu, ”Aku bisa bilang apa. Karena hujan telah menyapu semuanya. Tak tersisa. Carilah musim lain dengan suhu penuh warna, mungkin kau tak akan tenggelam, terlarut, dan tak pernah ingat bahwa kita titisan Kejora.”

Hilang HP

Curhatan ini sudah pasti akan berisi umpatan bagi Jakarta lagi...akan gw beri Judul, ”Gw Kehilangan HP(lg)


Hari ini gw mulai dengan optimis, karen gw dapat panggilan kerja di Tabloid Bintang Indonesia sebagai kandidat reporter. Berangkat ke tempat wawancara juga tidak perlu bersusah payah, karena gw dapat tumpangan gratis ke arah kuningan dimana kantor Bintang Indonesia itu berada. Tepatnya di jalan Dr. Satrio Kav. 3-5, pas didepannya ITC Kuningan. Gw malah datang 1 jam lebih cepat dari jadwal yang tentukan. Pukul 8.00, gw udah nangkring di lobby kantor ditemani dua satpam yang masih rada ngantuk.


Prosesi interview berjalan lancar. Gak perlu gw ceritakan semua detilnya. Yang pasti, keluar dari ruang tes gw masih memiliki sedikit optimisme kalo gw masih punya kans untuk diterima kerja di sana. Gw ga terlalu muluk-muluk, menyadari bahwa saingan gw adalah wartawan-wartawan beneran.


Keluar dari kawasan kav 3-5, gw bingung mencari angkutan pulang. Matahari tepat berada di atas ubun-ubun. Keringat mulai terasa merembet-rembeti baju-dalam. Kebayanglah Jakarta disaat adzan duhur. Gw clingak-clinguk sebentar, ternyata gelagat gw ditangkap oleh seorang tukang ojek. Ia menghampiri, menawarkan jasa, dan gw ga bisa menolak. Mintalah gw untuk diantarkan ke halte busway terdekat. Ia bersedia, dan gw upahi dia dengan 5000 rupiah. Transaksi selesai. Saat ini gw telah berada dalam busway yang berdesakan - membuat gw bergelantungan - namun untungnya ber-AC.


Kata petugasnya, jalur ini – entah koridor berapa – mengarah ke Ragunan. Gw teringat pesan Sonny mengenai jalur transportasi terpraktis menuju pulang (ke arah Lb. Bulus). Jadi gw teruskan perjalanan via busway hingga halte Departemen Pertanian. Gw turun. Tetapi rasa penasaran gw muncul. Belum sempat gw keluar dari koridor halte, kaki gw sudah memutar haluan. Gw putuskan melanjutakan perjalanan hingga halte Ragunan. Gw menumpang busway berikutnya. Gw belum tahu daerah ragunan. Hanya pernah mendengar dari Tukul dan teman-teman. Jadi sekalian jalan-jalan. Sampai di Ragunan clingak-clinguk sebentar, makan siang, ngobrol dengan asongan dari Garut lalu melanjutkan perjalanan pulang.


Untuk sampai di Lb. Bulus, gw harus naik dua kali angkutan. Dari terminal Ragunan naik angkot A 15 turun di Perempatan Dpt. Pertanian. Pas di bawah lampu merah si supir nurunin gw, ga peduli kendaraan dibelakang secara serentak mencet klakson. Gw cuman bisa ngebatin, ” Ada yang salah ni...”. gw bayar 1000 perak, lalu cepet-cepet nyeberang jalan. Gw berteduh di bawah pohon rindang, di samping tanaman-tanaman hias berjejer didisplay untuk dijual. Sekitar 10 menit berikutnya angkutan yang kan membawa gw kw Lb Bulus datang. Berwarna hijau kombinasi putih, berbentuk persegi panjang, body reot, bersupir batak, bertuliskan ”P 20” di kaca depan dan ”Mitromini” di sampingnya. Inilah kranda jenazah bagi HP gw. Yang menghapus kenormalan waktu setengah hari yang telah dilalui dan yang akan datang.


Gw naik dengan perasaan biasa. Sangat biasa. Datar. Gw juga tidak memiliki firasat apapun. Bermimpi buruk juga tidak. Hanya semalam sempat dibangunkan oleh denging nyamuk-nyamuk nakal yang menyelinap masuk ke dalam kelambu tidur gw. Bisa dilihat, gw naik dengan kaki kanan dan turun dengan kaki kiri sesuai prosedur dan teknik naik angkutan umum yang telah ditentukan. Sangat normal buka?! Gw ambil posisi di belakang-kanan. Di depan kursi paling belakang, dekat cendela sebelah kanan. Posisi ini yang paling longgar, karena di posisi lain manusia-manusia telah begelantungan berdesakan sambil semua menyeka keringat. Situasi ini membuat gw tidak punya inisiatif berlebih untuk memperhatikan sekitar. Termasuk 3 orang bermuka batak yang berusaha mengapit gw. Gw mersakan keanehan dengan cara 3 orang ini bergelegat dalam kendaraan umum. Tetapi sekali lagi, gw rada ga fokus, jadi ketidakwajaran yang gw tangkap tidak sampai menyentuh pada perasaan curiga pada orang-orang ini. Jadi gw cuek sibuk menyeka keringat dan berangan-angan sampai rumah secepatnya.


Jalur trayek Dept. Pertanian – Lb Bulus lumayan lancar. Tensi emosi masih sangat terkontrol. Kurang dari 15 menit, mitromini yang gw tumpangi sudah melintasi Poin Square, Perempatan Lb Bulus. Terbaca sekilas sebuah spanduk bertuliskan ”Giant”. Gw jadi ingat, voucher belanja sebesar 100 ribu perak. Gw check dalam tas. Ternyata gw bawa. Gw putuskan jalan-jalan ke Giant sebentar. ” Kiri bang!”. bus berhenti. Gw turun. Dengan kaki kiri lebih dahulu.


Semua terasa normal. Sampai kaki menyentuh aspal dan melangkah beberapa meter. Gw rogoh kantong celana sebelah kiri. Karena seingat gw, hp terkhir kali gw simpan di situ. Tidak gw dapati barang keras bersegi-panjang. Gw rogoh sekali lagi hingga kesudut-sudut terpencil. Tetap tidak gw temukan. Gw tidak patah semangat, jadi gw periksa kantong sebelah kanan. Gw periksa dua kali juga Tetap tidak ada. Lalu gw periksa kantong kiri sekali lagi. Masih tetap nihil. Gw mulai panik. Kini semua kantong celana gw rogoh. Lagi-lagi nihil. Gw masih tidak puas, jadi kantong-kantong tas juga gw periksa. Gw keluarkan semua isinya, gw periksa sampai beberpa kali. TETAP NIHIL. Disitu gw baru sadar kesimpulan perjalanan hari ini, ” HP gw dicopet!”. Flashback slide-slide pertemuan gw dengan 3 orang batak aneh di metromini muncul seketika. Mengalir deras. Gw cuman tertunduk. Sebal. Berasa hambar.


Lalu gw bergegas pulang karena Mood udah ga jelas (Meski gw masih sempat membelanjakan voucher belanja Giant seharga 50 ribu, untuk obat kecewa). Bukan nilai HP-nya yang gw sesali. Tetapi nomor kontak temen-temen dan saudara-saudara yang gw kumpulin bertahun-tahun lenyap sudah. Teman masa kecil teman sekolah (SD – SMA), saudara-saudara yang sempat hilang, semua ada dalam phone book itu. Sekitar 400 nomor telephon yang selalu menemani saya sepanjnag waktu kini dicuri orang. Gw marah banget sama orang-orang bermuka batak itu. Gw kecewa. Gw hancur. Remuk hiks hiks hiks...rasanya mirip putus cinta.


Ini info buat temen-temen untuk lebih berhati-hati di kendaraan umum. Terutama angkutan di Jakarta. Ini yang kedua kali gw kehilangan HP di Jakarta. Yang pertama saya kehilangan di Senen. Waktu itu saya ditodong (dipalak). Sial Jakarta... untuk yang kedua ini bukan ditodong, tetapi murni pencopetan berencana. Biasanya melibatkan 3 orang atau lebih. Mangsa biasanya diapit dan didesak-desak. Sangat terncana dan terlatih, hingga si korban tidak merasa curiga sedikitpun. Jadi teman-temen harus lebih hati...cukup gw ajalah yang ngerasain.Dasar jakarta!


NB; Untuk sementara, kl mo menghubungi gw ke tlp rumah aja (021) 7422888