Thursday, January 3, 2008

Air

Di penghujung tahun 2007, bumi Indonesia masih ingin menuntaskan geliatnya mencari keseimbangan. Musim hujan yang selama ini dianggap musim penuh berkah berubah menjadi musim penuh musibah. Lautan, daratan, udara dan langit kita dipenuhi air. Bumi, memang, sekitar 70 % permukaannya adalah air. Namun menjelang perubahan tahun Masehi, perkiraan saya, dominasi air meningkat hingga 80-90 %. Di daerah subtropis, salju menutupi daratan menciptakan suasana romantik-mencekam yang mengundang Santa Klaus datang. Sedang di daerah tropis air bandang melimpah ruah bosan mengaliri jalur konvensional (laut dan sungai) lalu memutuskan berjalan-jalan disepanjang trotor, bersilaturahmi ke rumah-rumah warga tanpa undangan. Pulau Jawa, hampir setengah permukaannya ditutup air dan membuat hampir seluruh warganya sibuk menyalami tamu tak diundang ini berharap mereka segera pulang ke kandang. Entah salju, air hujan, air tanah, air laut maupun air mata, semua menggenang. Kemana mereka harus pulang?



Air, begitu dominan dalam kehidupan alam semesta. Selain perannya, keberadaannya yang merlimpah memang tidak mungkin dinafikan. Komposisi dasar badan manusia dan hewan, 70 % diantaranya adalah air. Bahkan otak kita, 75 %-nya merupakan air. Elemen ini merupakan salah satu yang terpenting selain udara, tanah dan Api ( ref: Avatar, tha legend of Aang). Sifatnya yang dingin, lembut, terserap dan kuat membuat air selalu menjadi penyeimbang kehidupan alam. Konon, air merupakan ekosistem yang paling banyak ditinggali orgenisme dibandingkan ekositem lainnya seperti daratan. Dan air merupakan salah satu elemen yang paling banyak menimbulkan bencana bagi manusia. Jumlah nyawa yang telah direnggutnya juga membelalakkan mata. Tak tercatat sudah berbagai korban akibat bajir, longsor, tsunami, tenggelam/karam, dan hujan badai. Rasanya semakin hari, air semakin mempersempit ruang gerak kita. Saya dan Anda tinggal menunggu giliran untuk disapa olehnya.



Kabar terbaru datang dari Tawangmanu & Karanganyar Jawa Tengah. Air marah karena daerah resapan (rumah air) dan alirannya dirusak manusia. Maka tanpa diskusi panjang air mengambil langkah penyeimbangan sendiri. Membuat jalur resapan dengan menyusupi perbukitan yang keras. Karena air yang datang begitu deras dan overload (air hujan bertambah banyak disebabkan salju-salju antartika mencair tak sabar mamaksa ikut jalan-jalan bersama awan menjadi hujan) saluran itu akhirnya pecah tak muat menampung keluarga air yang semakin banyak. Tanah bukit menjadi luber menghanyutkan lumpur ke rumah manusia. Dalam kacamata manusia, air telah menyebabkan longsor, membawa serta 37 korban jiwa. Itu berita yang kita baca. Lalu kita panik menyalahkan siapa.



Saat seperti ini kita memerlukan pemahaman baru tentang air dan alam seperti yang dihadirkan Masaru Emoto dalam bukunya The True Power of Water. Air dan alam semesta, munurut Emoto, mengandung Hado, energi nyata yang sulit dilihat. Energi ini bisa positif maupun negatif yang bisa dengan mudah dipindahkan. Bayangkan sebuah gelombang emosi, suasana hati seseorang dapat ditularkan kepada orang-orang disekitarnya. Kemarahan, keceriaan maupun kedukaan kita bisa merambat mempengaruhi suasana dimana kita berada. Begitu juga Hado yang dimiliki air. Emoto mengajukan tesis, perlakuan dan komunikasi yang buruk terhadap air (alam) akan direspon dengan perlakuan yang buruk pula. Seperti memiliki gelombang jiwa, air yang diteliti oleh Emoto, dapat merespon pesan-pesan verbal manusia. Hal ini dibuktikan melalui bentuk-bentuk kristal air yang berbeda-beda yang terbentuk sesuai pesan yang disampaikan. Penelitian Emoto membuktikan bahwa kata-kata positif seperti “Cinta”, “terima kasih”, “pengampunan”, “kebahagiaan” dan sebagainya mendapat respon bentuk-bentuk kristal yang lebih menawan dibandingkan kata-kata “kamu bodoh” “penderitaan”, “tidak Berguna” dan kata-kat negatif lainnya. Bentuk-bentuk kristal, secara ilmiah menentukan kualitas airnya secara keseluruhan.



Penelitian dilakuakan dengan mengambil sampel air dari berbagai tempat dan benua untuk difoto menggunakan microscope. Air itu ia beri label tulisan-tulisan kata-kata (positif & negatif) diatas. Ia juga mengambil sampel air yang telah diberi doa serta dua gelas air, yang satu mendapat sapaan positif setiap hari, sedang yang lain diabaikan. Hasilnya seperti yang diduga. Ia juga banyak melakukan riset dengan berbagai kalangan dengan berbagai macam kegiatan eksperimen. Hasilnya semakin menguatkan tesisnya bahwa, “air berubah kualitasnya berdasarkan informasi yang dibawanya”.


Hasil penelitian ini memberi sinyal kepada kita yang selama ini begitu pakem dengan pandangan alam sebagai elemen anorganik yang mati serta terpisah dengan kehidupan sosial manusia. Batu (tanah), udara, tumbuhan, hewan dan alam semesta memiliki kesatuan dengan kita, berupaya saling memahami satu sama lain sebagai penghuni jagad raya. Hasil penelitian Hado air oleh alumnus Universitas Yokohama, fakultas humanioa dan sain, jurusan hubungan International ini selanjutnya banyak didedikasikan pada bidang kesehatan. Ia banyak melakukan pemrosesan Hado dengan mesin hado yang ditemukannya untuk memahami hado tubuh manusia yang 70%-nya adalah air.

Jadi mulailah berperilaku baik dengan alam kita......


Data Teknis
Judul : The True Power of Water
Penulis : Masaru Emoto
Penerbit : MQ Publishing
Halaman : 192 hlm
Cetak : 2006
Harga : check sendiri, soalnya gw minjem.

3 comments:

sonn said...

huhuhu... towards the vision of buddha, eh?

Burhanuddin Adi Firdaus said...

Karen Amstrong & Nietze said: the future religion is Buddha.


ada benarnya juga?
pindah agama apa kaya Dee....

Anonymous said...

Interesting to know.